Wednesday, 22 April 2015

#FFRabu - Di balik Lukisan

"C'est ennuyeux. Membosankan. Setiap hari hanya menyaksikan puncak lingga setinggi seribu kaki itu lewat jendela ini." Wanita itu mengeluh. "Aku lelah harus mengawasi mereka setiap hari."

"Yah, aku juga bosan, La Belle Ferronniere. Setiap hari hanya mendengarkan kau mengeluh, termasuk Mona Lisa, Venus de Milo, dan Winged Victory." Pria yang satunya berkata. "Museum Louvre ini sepertinya kurang besar bagimu."

Wanita itu merengut, "Sesekali kita harus bersantai di taman tuileries, melihat bunga-bunga tulip yang bermekaran. Oh, betapa menyenangkan bisa sebebas itu."

Lawan bicaranya hanya tertawa. Sampai kapan pun mereka akan tetap terperangkap di balik kaca berbingkai ini. Abadi di atas kanvas.


Wednesday, 15 April 2015

#FFRabu - Saddy

"Apa Saddy akan baik-baik saja? Aku ingin melihatnya berlari lincah seperti dulu."

Emma hanya tersenyum kecil mendengar pertanyaan gadis kecil itu. Anjing kesayangannya sudah sembuh. Meski ia merasa sedih melihat Saddy tak bisa kembali berjalan karena luka itu.

"Bagaimana dengan orang yang telah menendang dan memukulnya? Apa kau telah memarahinya?"

Emma tertawa kecil dan berkata, "Tidak baik membalas kejahatan orang lain. Lagi pula, aku tak pernah melihatnya lagi."

Gadis kecil itu mengerutkan kedua alisnya, "Apa mungkin ia kabur?"

"Entah lah, Roul." Jawabnya sambil tersenyum

Emma kembali menatap Saddy. Anjing itu tampak kekenyangan jika dilihat dari tumpukan tulang belulang yang disembunyikannya.

Wednesday, 8 April 2015

Guardian Angel

I'll be there for you through it all, even if saving you sends me to heaven.

Bintang menyelesaikan lirik lagu terakhirnya. Karena dia, aku jadi jatuh cinta dengan lagu ini. Angin yang tak henti-hentinya bertiup di pesisir pantai membuat rambutku acak-acakan. Ia meletakkan gitarnya di atas pangkuan. Matanya menatapku dengan sorot geli.

"Apa?" tanyaku penasaran. Sesekali melirik ke belakang untuk memastikan ia memang menatapku.

"Kamu mirip sadako." Ia tertawa mengejek. Lalu dengan lembut mengacak-acak rambutku. Itu sebuah pujian yang menyenangkan, terdengar tak wajar tapi aku tetap menyukainya karena ia memiliki selera yang sama denganku. Aku balas mengacak rambutnya yang mulai panjang.

Lalu terdengar gemuruh petir di ujung sana, di garis batas antara laut dan langit. Beberapa saat kemudian hujan turun begitu deras. Kami segera berlari ke bawah pondok yang di bangun di sepanjang pesisir pantai untuk berteduh. Bintang kembali membungkus gitarnya dengan cepat. Aku sedikit iri melihat ia memperlakukan benda itu lebih istemewa dariku. Tepat di saat angin yang begitu dingin bertiup kencang, rinai hujan menyusup ke bawah atap pondok dan membasahi kami. 
Ia mengajakku kembali ke dalam mobil di parkiran yang berada beberapa meter dari sini. 

Aku merasa enggan, sampai ia membuka kaos polosnya untuk dijadikan sebuah pelindung bagiku. Aku segera berlari menembus hujan, bersama ia yang bertelanjang dada. Diam-diam aku mengumpat betapa luasnya tempat ini. Lewat tangannya yang merangkul bahuku, aku tahu ia kedinginan. Dan aku merasa bersalah.

Sampai di dalam mobil, aku segera mengeluarkan handuk yang memang aku siapkan di dalam tas untuknya. Ia langsung membungkus tubuhnya yang menggigil rapat-rapat. Lalu menatapku dengan wajah yang memucat dan bibir yang gemetar.

"Maaf, ya." Bisikku pelan. Ia tertawa kecil, menggenggam kedua tanganku di dalam tangannya yang terasa sedingin es.

"Biar aku aja yang demam," Ucapnya dengan nada bercanda, aku memaksakan seulas senyum saat mendengarnya karena masih merasa bersalah. "Kalau kamu yang demam pasti cerewet kayak emak-emak."

Meskipun tidak terima dengan perkataannya, di saat yang sama aku merasa tersanjung. Toh, aku juga tertawa. Dan kami kembali saling mengejek dengan jemari yang saling bertaut. 

Notes:
Karena hujan itu, liburan di pantai jadi lebih menyenangkan meskipun akhirnya kamu demam beneran. R, you're my macaroni for my cheese. :D

Back To July

Yakin aja, kamu bisa, kok. Tadi itu udah bagus.

Itu kalimat yang telah diucapkannya berkali-kali untuk menghiburku. Apa sih yang membuat mereka yakin kalau aku layak bergabung dalam tim paskibra tahun ini? Sialan si Heny, bisa-bisanya dia mengundurkan diri di saat hari kemerdekaan tinggal dua minggu lagi, lalu seenak hatinya menjadikan aku sebagai penggantinya.

Aku mencoba membalas senyum kak Mika yang telah berbaik hati mau menjadi pelatihku sejak hari pertama bergabung. Meskipun aku masih merasa kesal dengan temannya, kak Nero si ketua osis yang kerjaannya hanya menertawakan kesalahan yang aku lakukan dalam setiap gerakan. Sekarang kak Mika malah ikut-ikutan tertawa karena melihatnya.

Jujur saja, ditertawakan karena kesalahan itu tidak enak. Diliputi perasaan kesal, aku beranjak menuju kursi panjang di tepi halaman, lalu duduk di salah satu ujungnya. Saat menunduk entah mengapa kepalaku terasa berputar, disusul rasa mual yang bergolak di dalam perutku. Ternyata kak Mika memperhatikan, ia melangkah mendekatiku.

Sebelumnya, seorang gadis yang tak kukenal memanggil kak Mika untuk duduk bersamanya di sisi lain lapangan. Tapi cowok itu hanya tersenyum lalu duduk di sampingku. Berikutnya aku mendapatkan tatapan tidak sedang dari para gadis di lapangan ini. Tentu saja karena kak Mika adalah salah satu prince charming di sekolah.

"Maaf ya, tadi kakak cuma becanda." ia menatap wajahku dengan senyum berlesung pipinya, aku hanya mengangguk kecil. "Muka kamu agak pucat, mau aku anterin ke UKS?" ia bertanya sambil menyentuh bahuku dengan hati-hati, nada suaranya terdengar khawatir. Aku hanya menggeleng kecil.

"Nanti aku anterin pulang, yah?" tawarnya lagi setelah mengambilkan sebotol air putih untukku.

"Ciee..Mika lagi pdkt!" seru kak Nero dari tengah lapangan. Suaranya yang lantang itu berhasil menarik perhatian murid lain yang sedang latihan. "Dit! Si Mika itu naksir kamu, kemarin dia cerita sama aku."

Aku menatapnya tak percaya. Kak Mika langsung salah tingkah, ia tampak begitu gugup, meski ia berusaha keras untuk menutupinya. Sekarang aku mengerti kenapa ia selalu berada di dekatku. Kenapa ia selalu membuatku tertawa saat aku mulai putus asa dengan kemampuan paskibraku yang sama sekali nol. Ternyata semua karena itu.



Notes:
Ada dua orang yang telah berjasa di sini, pertama Heny. Kalau bukan karena kamu ngundurin diri, aku gak bakal sedekat itu dengan Mika. Mengingat saat itu dia kelas tiga, yang mulai sibuk dengan urusan negara. Thank's ya :)
Kedua kak Nero, kamu beruntung kak, karena aku masih bisa nahan hasrat untuk ngelempar sepatu aku ke wajah kakak. Tapi karena mulut kakak yang agak ember itu, aku jadi tahu rahasia kecil Mika :P
Dan Mika, hmm..mungkin kamu gak akan baca tulisan ini. Tapi aku masih ingat saat kita berbagi kentang goreng sepulang sekolah. Saat kamu nyanyiin lagu itu di acara pensi sekolah. Saat kamu ngucapin kata itu. Maaf karena dulu aku pernah ngecewain kamu. Di atas segala penyesalan yang tak sempat terucap, thank's buat saat-saat itu, meskipun kamu sekedar numpang lewat dikehidupan aku.

Maybe this is wishful thinking
Probably mindless dreaming
Standing in front of you, saying i'm sorry for that night.
(Back to December - Taylor Swift)


Tuesday, 7 April 2015

The Black Dahlia Murder - Kisah pembunuhan Elizabeth Short

(Sumber : xfile-enigma.blogspot.com)
 Dalam sejarah Los Angeles, ada satu pembunuhan yang menarik perhatian begitu luas. Bahkan setelah 60 tahun berlalu, kasus ini secara resmi dianggap sebagai tidak terpecahkan. Korbannya cuma satu orang, namun karakteristik pembunuhan ini begitu keji sehingga kasus ini mendapat tempat khusus di media. Kasus ini disebut pembunuhan Black Dahlia.



Mayat terpotong di lahan kosong
15 Januari 1947, Betty Bersinger berjalan keluar dari rumahnya di Los Angeles sambil membawa anak perempuannya yang masih berusia 3 tahun menuju sebuah toko sepatu. Ketika sampai di Leimert Park di dekat sudut Norton 39th, Betty dan putrinya melewati beberapa bidang lahan kosong yang ditumbuhi semak-semak.

Tidak berapa lama kemudian, mata Betty terpaku pada sesuatu berwarna putih di dekat semak-semak. Benda itu terlihat seperti sebuah manekin dari departemen store yang telah terpotong dua. Dipenuhi rasa ingin tahu, Betty mendekati objek itu. Sesaat kemudian, ia terkesiap menyaksikan apa yang disangkanya manekin ternyata mayat seorang wanita berkulit putih yang telah terpotong dua.

Polisi segera dihubungi dan beberapa waktu kemudian, dua orang polisi bernama Frank Perkins dan Will Fitzgerald tiba di lokasi.

Kondisi Mayat

 Mayat wanita itu terbaring telentang dengan lengan yang terangkat di atas bahunya. Kedua kakinya terbuka lebar dalam pose yang vulgar. Luka robek dan lecet memenuhi seluruh tubuhnya. Mulutnya disobek sehingga senyumnya melebar dari telinga satu ke telinga yang lain. Pada pergelangan tangan, pergelangan kaki dan lehernya, terlihat adanya bekas jeratan tali sehingga para penyelidik menyimpulkan kalau ia telah diikat dan disiksa selama beberapa hari.

Namun, apa yang paling mengerikan dari mayat ini adalah kenyataan kalau tubuhnya telah disembelih dengan rapi di atas pinggang sehingga terbelah dua.

Polisi menyimpulkan kalau ia telah dibunuh di suatu tempat dan mayatnya dibuang ke tempat itu pada malam hari. Ini terlihat dari tidak adanya darah pada tanah dan mayat itu. Sang pembunuh mungkin telah membersihkan mayat itu sebelum dibuang ke tanah kosong.

Kasus mutilasi mengerikan ini dengan segera menjadi prioritas utama kepolisian Los Angeles (LAPD) yang kemudian menugaskan detektif Harry Hansen dan partnernya Finis Brown untuk segera menyelidiki kasus itu.

Ketika kedua detektif itu tiba di lokasi, mereka menemukan tempat kejadian perkara telah dipenuhi oleh pejalan kaki dan reporter yang meliput. Hansen segera membubarkan massa untuk mengamankan barang bukti yang mungkin tercecer di tempat itu.

Tetapi, di lokasi itu, mereka tidak menemukan adanya senjata pembunuh ataupun jejak kaki.


Situasi Leimert Park ketika mayat ditemukan

Setelah selesai diperiksa di tempat, mayat wanita itu segera dibawa ke kamar mayat. Sidik jarinya dikirim ke kantor FBI di Washington untuk diidentifikasi. Sementara menunggu hasil pemeriksaan FBI, petugas otopsi memeriksa mayat itu dan mereka kembali menemukan beberapa detail mengerikan lainnya.

Pada mayat itu ditemukan banyak cabikan di wajah, kepala dan tubuhnya. Lalu, terlihat adanya tanda-tanda sodomi dan pemerkosaan walaupun tidak ditemukan adanya sperma di dalam tubuhnya.

Begitu mengerikannya kondisi mayat ini sehingga bahkan dokter dan detektif yang paling tabah sekalipun dibuat syok olehnya.

Tidak berapa lama kemudian, hasil pemeriksaan FBI terhadap sidik jari mayat itu tiba di kantor LAPD. Perempuan yang dibunuh itu ternyata bernama Elizabeth Short, 22 tahun, yang berasal dari Massachusetts.

Setelah identitas korban diketahui, para detektif segera mengerahkan upayanya untuk menggali informasi mengenai perempuan ini supaya dapat menemukan petunjuk yang mungkin bisa mengarah kepada sang pembunuh.

Namun, mereka tidak menyangka kalau apa yang akan ditemukan berikutnya ternyata malah menjadi teka-teki yang membingungkan.

Siapa Elizabeth Short
Elizabeth Short lahir tanggal 29 Juli 1924 di Hydepark, Massachusetts. Beth yang masih muda kemudian pindah ke Hollywod untuk mengejar karir di bidang perfilman.

Ia dikenal sebagai perempuan yang gampang bergaul dan memiliki banyak kenalan. Wajahnya yang cantik membuatnya sering menarik perhatian para pria, bahkan di Holywood sekalipun dimana kecantikan adalah hal yang biasa.

Di Hollywood, Beth mulai berkenalan dengan banyak orang dari kalangan sosialita kelas atas. Salah satu pria yang kemudian menjadi teman baiknya adalahMark hansen, seorang pemilik klub malam dan teater.

Hansen lalu mengajak Beth pindah ke rumahnya bersama sejumlah artis lainnya. Kadang para artis ini menjadi penghibur bagi tamu-tamu yang datang ke klub Hansen. Dengan segera, Beth menjadi bagian yang tetap dalam kelompok Hansen. Kondisi ini cukup menguntungkan baginya karena karirnya di film tidak berkembang.

Pada masa itu, film "The Blue Dahlia" yang diperankan Veronica Lake dan Alan Ladd beredar di masyarakat. Beberapa teman Beth mulai memanggilnya dengan sebutan Black Dahlia karena rambut hitamnya kesukaannya mengenakan pakaian hitam.

Siapa yang membunuh Beth?
Setelah kasus pembunuhan Beth tersebar luas di media, ada sekitar 60 pria dan wanita maju ke publik dan mengaku sebagai pembunuh sebenarnya. Namun, pengakuan-pengakuan ini tidak disertai oleh bukti yang bisa diverifikasi oleh pihak kepolisian sehingga semua pengakuan ini dianggap hanya sebagai usaha mencari sensasi.

Pada masa itu, kasus pembunuhan Black Dahlia adalah kasus penyelidikan kriminal terbesar yang pernah dilakukan LAPD sejak kasus pembunuhan Marion Parker yang terjadi pada tahun 1927. Karena besarnya skala penyelidikan ini, LAPD mendapatkan bantuan ratusan petugas dari badan lainnya.

Beberapa hari setelah penemuan mayat mayat Beth, polisi mendapatkan sebuah paket misterius yang mungkin berasal dari sang pembunuh sendiri.

Paket itu tiba di kantor harian Los Angeles Examiner yang segera diteruskan ke polisi. Di dalamnya ditemukan sebuah catatan yang terbuat dari guntingan-guntingan koran yang bertuliskan "Ini adalah barang-barang kepunyaan Dahlia...surat akan menyusul".


Di dalam kotak itu juga ditemukan kartu jaminan sosial kepunyaan Beth, akte kelahiran, foto Beth dengan rekan-rekannya, kartu nama dan nota klaim untuk koper yang tertinggal di depot bus. Barang lain yang cukup menarik adalah buku alamat milik Mark hansen yang beberapa halamannya telah hilang.

Polisi mencoba untuk mencari sidik jari dari kotak dan barang-barang yang ada di dalamnya, namun ternyata semua barang tersebut telah dicuci dengan minyak tanah untuk membersihkannya dari sidik jari.

Para detektif lalu memulai tugas berat untuk menyelidiki semua nama yang ada di buku alamat Hansen. Surat menyusul yang dijanjikan sang pembunuh memang tiba, namun tanpa petunjuk yang berarti.

Karena kompleksnya kasus ini, para detektif memulai penyelidikan ini dengan menganggap setiap orang yang mengenal Beth sebagai tersangka pembunuhan. Ratusan orang masuk ke dalam daftar tersangka dan ribuan orang diwawancarai untuk mencari petunjuk yang bisa mengarah kepada pembunuh sadis itu.

Jika melihat kondisi mayat yang mengerikan, ada dua kemungkinan mengenai sang pembunuh.

Pertama, sang pembunuh adalah orang yang mengenal Beth dan mungkin telah membunuhnya karena dendam. Memang, pada kasus pembunuhan dimana mayat korban dirusak dengan kejam, pada umumnya, pelakunya memang orang yang mengenal korban.

Karena itu, orang-orang yang mengenal Beth seperti Mark Hansen diperiksa satu persatu. Namun, mereka tidak menemukan bukti yang bisa mengarah kepada pelaku pembunuhan.

Sedangkan kemungkinan kedua adalah pembunuh berantai. Teori pembunuh berantai memang teori yang paling populer dan dalam 60 tahun terakhir ini, beberapa peneliti independen telah mencoba melakukan penyelidikannya sendiri dan menghasilkan beberapa kesimpulan yang cukup kuat.

Selama 60 tahun terakhir ini, paling tidak ada 24 tersangka yang dianggap paling mungkin melakukan pembunuhan Black Dahlia, namun, saya hanya akan membahas beberapa nama yang paling populer.

Cleveland Torso MurderPada tahun 1930an, sebelum pembunuhan Beth, ada seorang pembunuh berantai yang meneror Cleveland. Pembunuh itu dikenal dengan julukan "Mad Butcher of Kingsbury Run". Julukan terhadap kasusnya adalah "Cleveland Torso Killer". Julukan ini didapatkan karena seluruh korban dimutilasi dengan sayatan yang rapi, persis seperti Beth.

Kasus pembunuhan ini ditangani langsung oleh Elliot Ness yang legendaris. Ness dikenal sebagai aparat yang berhasil menangkap dan memenjarakan mafia kelas kakap Al Capone.

Walaupun ditangani secara langsung oleh Ness, kasus pembunuhan Cleveland tetap tidak bisa dipecahkan. Jadi, wajar jika banyak orang percaya kalau pelaku pembunuhan dalam kedua kasus ini dilakukan oleh orang yang sama.

Mungkinkah pembunuh dari Cleveland itu pindah ke California dan membunuh Beth?

George Knowlton
Pada tahun 1995, seorang penulis bernama Janice Knowlton menerbitkan sebuah buku yang berjudul "Daddy was the Black Dahlia Killer".

Dalam bukunya, ia memiliki teori kalau ayahnya yang bernama George Knowltonadalah sang pembunuh Black Dahlia. Namun, para penyelidik menolak teorinya karena mereka menganggap Janice hanya mengeluarkan teorinya berdasarkan ingatan yang depresi, mengingat ayahnya suka menganiayanya secara seksual sejak kecil.

George Hodel
Selain Janice Knowlton, ada satu orang lagi yang juga menulis buku yang menuduh ayahnya sebagai Black Dahlia Killer. Ia adalah Steve Hodel, seorang detektif bagian pembunuhan di LAPD.

Buku yang ditulisnya berjudul "Black Dahlia Avenger" dan terbit tahun 2003. Di dalamnya ia menuduh sang ayah,Dr.George Hodel, yang juga seorang ahli bedah, sebagai pembunuh Black Dahlia.

"Apa yang saya mengejutkan saya adalah adanya kemungkinan kalau pembunuhnya adalah seorang dokter bedah." Kata Steve."Bukan sekedar pemotong daging, bukan tukang jagal hewan, melainkan seorang ahli bedah yang terampil."

Dr. Mark Wallack, seorang ahli bedah di Rumah sakit St Vincent di New York, yang melihat foto kondisi mayat Beth sebelum dan sesudah otopsi, juga percaya dengan pendapat Steve.

"Ketrampilan seperti ini hanya bisa dimiliki oleh mereka yang memiliki pengalaman dalam pembedahan." Kata Wallack. Ia juga percaya kalau pembunuhnya adalah seorang dokter.

Selain itu, Steve juga menemukan kalau ayahnya ternyata pengidap kelainan seksualSadistic misogynist yang telah melakukan hubungan incest dengan anaknya sendiri, Tamar, saudara tiri Steve.

Steve juga percaya kalau beberapa kasus pembunuhan yang tidak terpecahkan lainnya mungkin dilakukan oleh ayahnya, seperti "Red Lipstick Murder", yaitu pembunuhan terhadap Jeanne French yang mayatnya ditemukan satu bulan setelah Beth dengan huruf BD tertulis dengan lipstik merah di tubuhnya. Mayat French juga ditemukan di lahan kosong.

Namun, mungkin yang paling luar biasa adalah teori Steve kalau ayahnya juga adalah Zodiac Killer yang legendaris. Zodiac Killer adalah pembunuh berantai yang beroperasi di California pada tahun 1960an. Jumlah korbannya yang bisa diverifikasi adalah 7 orang, walaupun Zodiac sendiri mengaku telah membunuh 37 orang. Kasus Zodiac juga termasuk ke dalam kategori Tidak Terpecahkan.

Teori Steve ini cukup luar biasa, tetapi sepertinya ia punya dasar yang cukup kuat. Foto George Hodel ternyata sangat mirip dengan sketsa wajah Zodiac Killer yang dirilis oleh pihak kepolisian pada tahun 1960an.

Teori Hodel belum mendapat pengakuan dari LAPD dan bahkan dianggap mengada-ngada oleh banyak pihak. Walaupun begitu, teorinya cukup mendapat banyak apresiasi dari berbagai pihak, seperti deputi jaksa wilayah, Steve Kay, dan penulis buku mengenai Black Dahlia bernama James Ellroy.Jika pembunuh Black Dahlia, Red Lipstick Murder dan Zodiac Killer ternyata orang yang sama, maka bukan tidak mungkin kalau pengakuan Zodiac mengenai jumlah korbannya benar adanya.

Arnold Smith
Pada tahun 1981, puluhan tahun setelah pembunuhan itu terjadi, ada satu petunjuk penting mengenai kasus ini muncul ke permukaan. Waktu itu, seorang detektif LAPD bernama John St.John menerima informasi mengenai kasus Black Dahlia dari seorang informan.

St.John dikenal sebagai detektif hebat yang telah menangani banyak kasus pembunuhan. Bahkan kisah hidupnya telah menjadi inspirasi bagi buku dan film seri di televisi.

Suatu hari, seorang informan datang kepadanya dan memberikan sebuah rekaman pengakuan dari seseorang yang bisa jadi sang pembunuh Black Dahlia sendiri. Pria di dalam rekaman itu juga menunjukkan kepada sang informan beberapa foto dan barang-barang pribadi yang diklaimnya sebagai milik Beth.

Pria itu bernama Arnold Smith. Dalam rekaman itu, Smith mengklaim kalau rekannya yang bernama Al Morrison yang juga seorang pelaku kejahatan seksual telah membunuh dan memutilasi Beth.

Arnold Smith

St.John percaya kalau Arnold Smith dan Al Morrison adalah pria yang sama.

Selain pengakuan, rekaman itu juga menceritakan detail bagaimana Beth dibunuh. Smith bercerita kalau Beth datang ke kamar Al Morrison di Hollywood karena ia tidak punya tempat untuk menginap. Morrison lalu membawa Beth ke sebuah rumah di East 31st dekat San pedro dan mengajaknya berhubungan seks yang kemudian ditolak oleh Beth.

Morrison menjadi marah dan menganiaya Beth yang kemudian berujung pada pembunuhan dan mutilasi terhadap Beth.

Informasi ini bocor ke pers. Media dihebohkan dengan kemungkinan adanya tersangka baru dalam kasus Black Dahlia. Akibatnya, Arnold Smith malah menghilang dan tidak bisa dihubungi, mungkin karena ketakutan. Informan St.John tidak mengetahui dimana ia tinggal, namun ia meninggalkan beberapa pesan untuk Smith supaya bisa bertemu. Akhirnya pesan itu dibalas dan Smith bersedia bertemu.

Namun, pertemuan yang mungkin bisa menjadi kunci pemecahan kasus itu tidak pernah terjadi.

Beberapa hari sebelum pertemuan itu, Smith ditemukan tewas dengan kondisi mengerikan di atas tempat tidurnya di Holland Hotel. Smith diduga merokok ketika ia tertidur sehingga tubuhnya terbakar habis bersama tempat tidurnya dan dokumen-dokumen lainnya yang diduga milik Beth.

Kematian Smith memang agak mencurigakan, namun polisi tidak menemukan bukti adanya kejahatan di dalam peristiwa itu. Misteri di dalam misteri.

Dengan kematian Smith, salah satu kunci yang mungkin bisa memecahkan misteri Black Dahlia lenyap untuk selama-lamanya.

Mungkinkah Arnold Smith pembunuh Black Dahlia yang sesungguhnya?

Sayang kita tidak bisa mengetahuinya.

Walaupun banyak petunjuk dan teori baru bermunculan, setelah lebih dari 60 tahun, pihak LAPD masih mengkategorikan kasus ini sebagai "Unsolved - tidak terpecahkan". Namun, kasus ini masih menarik perhatian para peneliti independen. Mungkin dalam tahun-tahun berikutnya, kita akan mendengar teori-teori baru lainnya.

(wikipediabethshort.comcbsnews.com,latimes.com)