Sunday, 12 October 2014
UNKNOW
Cora menatap langit barat yang mulai berubah warna. Kuning keemasan, merah muda, keunguan, lalu gelap saat matahari telah bergulir ke sisi lain bumi. Langit yang tadinya cerah, telah meninggalkan mereka bersama kegelapan.
"Berapa lama lagi kita akan menunggu di sini?" Sam tak dapat menahan rasa gelisahnya. Sesekali ia melirik ke arah tumpukan tubuh tanpa nyawa yang berlumuran darah di ujung pantai di pulau tanpa penghuni ini. Ia tak ingin bergabung dengan tumpukan itu. Cora membenamkan kedua kakinya di pasir dalam-dalam. Merasakan ribuan butiran kasar yang lembab menyelimuti kulitnya. Sekali lagi, ia menghirup udara asin lautan dengan perlahan. Membiarkan uap napasnya membeku di udara. "Entah lah, Sam. Kau ingat apa yang dikatakan Jase?" Sam terdiam. Napasnya berpacu dengan pikirannya, mencoba mengingat kejadian beberapa saat yang lalu.
***
"Kalian melihatnya?" Jase menunjuk sebuah pulau kecil yang tampak eksotis. Sebuah gumpalan awan kelabu yang begitu gelap menggantung di atasnya. Hujan lokal. Dari kapal ini, awan itu tampak seperti jamur raksasa.
Anehnya, hujan itu berhenti ketika kapal mereka mendekati tepian pantai yang sangat bersih. Tak ada siapa pun di sana. Jase melompat turun, lalu mengulurkan kedua tangannya untuk Cora. Kesembilan orang itu berjalan memasuki hutan.
"Danau itu ada di dalam hutan? Seberapa jauh?" Sam mencoba mengejar langkah Jase—yang menggandeng erat tangan Cora—dengan sedikit terpeleset. Tanah yang mereka injak begitu becek dan licin, seakan beribu ranjau tertanam di balik rerumputan yang membuat mereka harus berhati-hati disetiap langkah. "Sekitar seratus meter ke tengah hutan, perhatikan langkahmu, Sam." Jase menunjuk sebuah kubangan lumpur di depan Sam, hampir saja ia mendaratkan kakinya di dalam sana. "Pernah mendengar cerita orang yang mati tragis oleh penunggu pulau ini?" Tanya Sam. "Jangan membahasnya, atau aku akan membunuhmu." Ucap Jase setengah bercanda.
Mereka terus melangkah semakin dalam ke hutan yang cukup lebat itu. Di ujung sana, atau di tengah hutan lebih tepatnya, tampak kilauan yang begitu indah. Danau Tee. Mereka sampai di tepian danau dengan perasaan yang berlonjak, memuji keindahan suasana di sekeliling mereka. Sam yang paling bersemangat diantara mereka, tanpa berkata lagi ia langsung melepas baju dan melompat ke dalam air danau yang sangat jernih.
"Tolooong!" Teriaknya begitu kepalanya muncul di permukaan air. Semua panik, tapi Jase tetap bersantai di atas tikar anyaman yang baru saja di gelarnya, mengupas apel dengan pisau kecil. "Kau sangat pintar, Sam. Semua tahu kau hebat dalam hal renang, jangan menipu kami." Sam menggapai air dengan liar, "Kakiku kram!" Teriaknya disela tarikan napas yang masuk bersama cipratan air di dalam mulutnya. Dion—yang tadinya ragu untuk menolong Sam—langsung meloncat dengan pakaian lengkap. Ia memeluk Sam dari belakang, menyeretnya ke tepi danau. Jase langsung menyusul mereka ke dalam air. Sam dan Jase langsung mencapai batang pohon yang karam di atas rumput yang terendam air, tapi tidak dengan Dion. Lelaki itu terdiam, tubuhnya dikelilingi genangan merah. Ia terbatuk, dengan darah segar yang keluar melalui mulut dan hidungnya. Cora dan yang lainnya tercengang, Jase dan Sam langsung melompat keluar dari air. Semua mata masih terpaku pada tubuh Dion yang perlahan ditelan air.
"Jase! Dia tenggelam! Lakukan sesuatu! Selamatkan dia!" Teriak Cora panik.
Teriakan Cora disusul teriakan yang lainnya. Bukan teriakan panik, tapi kesakitan. Cora menoleh dan melihat tiga temannya tersungkur. Sesuatu menyerang mereka, tubuh mereka tersayat. "Lari, Cora!!" Jase berlari menyeret Cora bersama Sam dan dua orang lainnya.
Hampir setengah perjalanan, mereka bisa melihat pantai di ujung sana. Sebuah pohon terjatuh tepat ketika Cora, Jase, dan Sam telah melintas. Pohon itu menindas dua teman mereka di belakang. Cora histeris melihat tubuh mereka tertusuk dahan pohon, remuk. Jase kembali menyeretnya berlari.
"Di mana kapal kita?" Sam kaget begitu mereka sampai di tepi pantai. Cora melihatnya, di tengah sana, kapal mereka yang di goyah arus ombak. Angin bertiup kencang. Tapi cuaca begitu benderang, cerah tanpa awan.
"Aku akan berenang ke sana, membawa kapal itu kemari."
Dan kekagetan Sam bertambah saat ia melihat tumpukan mayat teman-temannya di ujung pantai. Bagaimana bisa mayat itu tiba-tiba tergeletak di sana?
Cora dan Jase juga melihatnya. "Tenang, Cora. Kalian tunggu di sini. Aku akan segera kembali," Cora menyadari ada yang aneh di pulau ini. Sesuatu tak menginginkan kehadiran mereka.
***
"Aku akan menyusulnya," Sam langsung berlari ke pelukan ombak, tanpa mempedulikan teriakan Cora.
Setengah jam ia terduduk bersama mayat yang mengeluarkan aroma karat, akhirnya Cora melihat siluet seorang pria muncul dari amukan ombak kecil. Hembusan angin dingin terasa lembab di kulitnya, lalu menusuk hingga ke tulangnya, merasuki setiap sel dari pembuluh darahnya. Tubuhnya gemetar.
"Mesinnya rusak! Kita tak bisa kembali ke dermaga, Cora!" Teriak Jase begitu ia menyentuh pasir yang baru saja dijilati ombak, meninggalkan buih putih.
"Di mana Sam? Baru saja ia menyusulmu?" Jase terdiam, Cora menatapnya,
"Maafkan aku, Cora. Dia....aku.."
Cora merasakan perutnya seakan merosot turun, tenggorokannya tercekat.
"Ia berusaha membunuhku, aku tak bisa membiarkannya begitu saja, Cora." Jase menunduk lemah.
"Apa kau membunuhnya?" Takut, panik, sedih, dan bingung memenuhi kepalanya
"Dia tak seperti yang kau kenal! Dia bukan.." Seseorang memukul kepala Jase dari belakang. Sam. Ia tampak begitu kacau, tubuhnya penuh luka besar dan darah.
"Dia akan membunuhmu," Ucapnya, Cora tampak katakutan.
"Aku tak percaya, kau yang.." Ada yang berbeda dari raut wajah Sam. Cora tak meneruskan kata-katanya.
Sam mengerutkan keningnya, membuat luka goresnya menganga di sana. Tanpa peringatan ia langsung mengayunkan balok kayu itu ke leher Cora. Gadis itu langsung tersungkur, menyatu dengan pasir. "Kau benar, tak seharusnya kau percaya."
Cora masih tersadar, ia dapat merasakan ribuan beton menghujam seluruh bagian leher dan bahunya, tulangnya patah.
"Siapa kau? Kenapa kau melakukan ini?" Ucapnya terbata, ia merasakan aliran darah di dalam mulutnya, napasnya tersendat seperti orang asma.
"Aku bukan manusia, Cora. Aku penunggu pulau ini.."
Cora melihat Sam membalikkan tubuhnya, Sam berjalan mendekati tumpukan mayat teman-temannya. Mengayunkan tangannya dengan cepat bersama kilatan cahaya merah, lalu mayat-mayat itu terbangun. Mereka semua termasuk Jase, berdiri dengan kaku berjalan ke arahnya. Cora tak dapat mendengar apapun. Pandangannya mulai kabur. Tapi ia bisa merasakan tubuhnya melayang di dalam air.
Ia tak bisa bernapas.
Ia tenggelam menuju akhir.
No comments:
Post a Comment