Dyra terduduk
lemas di atas sebuah bangku taman Situ Lembang. Senja ini, seharusnya menjadi
pertemuannya kembali bersama Nathan. Ia telah menanti kedatangan pria itu sejak
sepuluh hari yang lalu. Ia telah memenuhi permintaannya. Tapi Nathan tak
kunjung datang. Ia tak akan pernah datang.
Mengharapkan
pria itu datang padanya sama saja menanti keajaiban pada bintang jatuh. Hati kecilnya meringis,
matanya terasa panas. Ia tak akan kuat menghadapi ini. Dyra melayangkan
pandangannya ke seorang anak yang sedang berayun di ayunan di seberangnya,
tertawa bahagia. Ia menginginkan tawa itu, tawa bahagianya bersama Nathan. Dyra
memejamkam mata, berharap Tuhan akan mempertemukannya kembali bersama Nathan.
Kenangan itu kembali menghampiri benaknya.
“Akhirnya, kesampaian juga, Ra.” Ucapnya
dengan begitu bahagia,
Mereka duduk di taman itu, di
atas sebuah bangku yang manghadap ke danau buatan yang berbentuk oval. Di
tangan Nathan, terselip tiket liburannya menuju Bali.
“Jadi, sepuluh hari ke depan kita
nggak bisa jalan bareng lagi, nih?” Dyra merasa sedih, ia ingat betul keinginan
Nathan untuk berlibur ke sana. “Cuma sepuluh hari kok, Ra. Habis itu kita bisa
jalan bareng lagi, jelajah kuliner lagi,” Nathan mencoba menghibur Dyra. Ia
hanya tersenyum kecil, teringat kebiasaan mereka yang gemar menjajahi makanan
di kota ini. Mereka telah berteman lama. Hingga rasa itu tumbuh dibenak Dyra.
Rasa yang ia pikir tak pernah tumbuh di hati Nathan.
“Kamu mau minta apa sama aku?”
“Aku cuma minta kamu cepat pulang
ke sini, temenin aku lagi.” Ucap Dyra dengan tawa kecil, Nathan terdiam. “Gak
mau apa-apa dari aku? Pasti bohong, kan?” Dyra tertawa lagi. “Ya udah, aku
bawain kacang asin aja, ya?” tawa Dyra langsung pecah, ia memang suka kacang
asin.
“Ra, aku mau kasih tantangan buat
kamu?”
“Tantangan?”
“Gini, dalam waktu sepuluh hari,
kamu gak boleh hubungi aku via apapun.”
“Loh, kok gitu, Nat? Lagian,
Kenapa harus sepuluh hari? Kelamaan.”
“Aku cuma penasaran, kira-kira
selama apa kamu tahan jauh dari aku. “
“Huh, dasar. Gak mungkin aku
kangen sama cowok kayak kamu.” Dyra berbohong. “ Jadi aku dapet apa kalau
menang?”
“Selama seminggu, aku traktir
kamu makan dimana pun kamu mau, Tapi, kalau kamu kalah. Kebalikannya.” Dyra
tersenyum, tentu saja ia tak akan menolak.
“Oke, aku buktikan ke kamu kalau
aku selalu menang dari kamu. Aku mau di hari kamu pulang nanti, kita langsung
ketemu di taman ini.”
“Aku berani taruhan kalau kamu
gak akan tahan,” Goda Nathan
Tiba hari
keberangkatan Nathan. Pesawatnya telah terbang jauh, memisahkan Dyra dan Nathan.
Dyra merasa semakin Nathan jauh darinya, semakin jadi pula rasa itu. Apa Nathan
tak bisa merasakannya?.
Hari kesepuluh
tiba, Dyra berjalan menyusuri jalan setapak di tepi danau buatan. Ia duduk
menanti kedatangan Nathan di tempat yang telah mereka janjikan. Ia mendapatkan
pesan dari Nathan bahwa ia sedang dalam perjalanan. Sambil menunggu, Dyra
memainkan smartphonenya, membuka media sosial.
Sebuah berita terbaru melintas di balik jarinya. Sebuah pesawat terjatuh
di daerah pegunungan. Pesawat itu yang di tumpangi Nathan. Jantungnya seakan di
paksa berhenti. Tubuhnya melemas seketika. Ia berharap bahwa dirinya keliru.
Tapi, sebuah pesan yang baru saja diterimanya dari teman Nathan membuktikan
bahwa Nathan memang berada di dalam pesawat yang telah jatuh itu.
Ia menghadiri
pemakaman Nathan. Semuanya terasa begitu suram. Seorang wanita tua berjalan
mendekatinya. Ibu Nathan. “Dyra, saat tim penyelamat mengumpulkan jasad korban pesawat
itu, mereka menemukan barang ini, di peluk erat oleh Nathan” Ibu Nathan kembali
meneteskan air mata. Ia memberikan sebuah kotak kecil pada Dyra. Ada sebuah
surat di atas kotak itu.
Selamat Dyra, kamu berhasil melewati
tantangan ini. Selama sepuluh hari kamu gak menghubungi aku. Kamu tahu alasan aku
nantangin kamu seperti ini? Seandainya suatu hari nanti aku akan pergi jauh
ninggalin kamu, kamu udah terbiasa, Ra. Kamu gak akan merasakan sakitnya
kehilangan aku kalau ada sesuatu yang menimpaku. Kamu tahu? Selama ini aku
sangat menyukaimu, namun aku ragu. Tapi sepuluh hari ini telah mengalahkan
keraguan itu, Ra. Aku sadar aku tak hanya menyukai kamu, aku mencintai setiap
bagian dari kamu. Aku selalu terbayang tawa dan senyum itu, seolah mereka
menghantui pikiranku. Aku menyerah, aku tak bisa berjauhan lebih lama lagi
dengan kamu.
Will you be my girl?
Perlahan
tulisan itu mulai kabur. Dyra terisak pelan, ia tak bisa menampung kesedihan
ini. Ia berteriak sekencang-kencangnya, bersamaan dengan air mata yang mengalir
deras membawa duka mendalam. Ada sebuah cincin di dalam kotak kecil itu. Nathan
telah pergi jauh, meninggalkan dirinya bersama cinta yang hanya tinggal
kenangan. Dyra berharap Tuhan memberikannya satu kesempatan lagi, kesempatan
bersama Nathan.
Sebuah
hembusan angin menerpa wajahnya. Dyra terbangun. Ia masih di taman Situ
Lembang. Matanya terasa agak kabur, tapi ia bisa melihat cahaya oranye dari
matahari senja. Ia mengerjap, lalu ada seorang pria yang berdiri di hadapannya.
Nathan, dengan senyum mengembang menatapnya begitu dekat. Dyra melonjak. Apa
ini? Mengapa Nathan ada di sini? Ia baru saja di makamkan kemarin, Dyra merasa
ketakutan. Ia menjauhi Nathan beberapa langkah, Nathan tampak heran dengan
tingkah Dyra yang menatapnya dengan takut, begitu ragu. Nathan mendekatinya,
tapi ia mundur menjauh. Dyra masih tak percaya dengan apa yang terpampang di
depan matanya.
“Kamu kenapa,
Ra? Kok aneh gini sama aku?”
Dyra tak dapat
menjawab
“Aku bawain
ini jauh-jauh buat kamu, malah di cuekin.” Nathan menggenggam sesuatu, tampak
seperti.. kotak kecil. “Aku buang aja deh,” Ucapnya menghadap ke arah teratai
yang mengapung
“Nathan!
Jangan!” Dyra berlari menghampiri Nathan, merampas kotak kecil itu dari
tangannya. Ia membuka kotak itu, sebuah kertas kecil menutupi benda berkilau di
bawahnya. Hanya ada sebuah kalimat di sana.
Will you be my girl, Dyra?
Dyra memeluk
Nathan erat. “Yes, I will.” Bisiknya pelan di antara pelukannya. Nathan
mengecup keningnya lembut. “Aku sayang kamu, Ra.” Dyra tertawa, ia sedikit geli
mendengar kata-kata itu.
“Oh, iya, Mana
kacang asin buat aku?”
Nathan
mengerutkan keningnya, “Aku liburan ke Lombok, Ra? Bukan ke Bali? Kamu lupa?”
Apakah
kejadian tadi hanya sebuah mimpi? Dyra tertawa kecil. “Ra, aku dapat tawaran
liburan ke Bali bulan depan,”
“Nggak! Kamu
gak boleh ke sana!”
“Kenapa?”
Tanyanya bingung
“Aku punya
acara, dan aku butuh kamu di sana.” Wajah Dyra begitu panik
“Demi kamu,
aku rela gak jadi ke Bali,” Ucapnya dengan nada geli, tapi serius
“Kamu janji?”
“Janji.”
No comments:
Post a Comment