Sunday, 5 October 2014

Don't Leave Me

Dyra terduduk lemas di atas sebuah bangku taman Situ Lembang. Senja ini, seharusnya menjadi pertemuannya kembali bersama Nathan. Ia telah menanti kedatangan pria itu sejak sepuluh hari yang lalu. Ia telah memenuhi permintaannya. Tapi Nathan tak kunjung datang. Ia tak akan pernah datang.
Mengharapkan pria itu datang padanya sama saja menanti keajaiban  pada bintang jatuh. Hati kecilnya meringis, matanya terasa panas. Ia tak akan kuat menghadapi ini. Dyra melayangkan pandangannya ke seorang anak yang sedang berayun di ayunan di seberangnya, tertawa bahagia. Ia menginginkan tawa itu, tawa bahagianya bersama Nathan. Dyra memejamkam mata, berharap Tuhan akan mempertemukannya kembali bersama Nathan. Kenangan itu kembali menghampiri benaknya.
 “Akhirnya, kesampaian juga, Ra.” Ucapnya dengan begitu bahagia,
Mereka duduk di taman itu, di atas sebuah bangku yang manghadap ke danau buatan yang berbentuk oval. Di tangan Nathan, terselip tiket liburannya menuju Bali.
“Jadi, sepuluh hari ke depan kita nggak bisa jalan bareng lagi, nih?” Dyra merasa sedih, ia ingat betul keinginan Nathan untuk berlibur ke sana. “Cuma sepuluh hari kok, Ra. Habis itu kita bisa jalan bareng lagi, jelajah kuliner lagi,” Nathan mencoba menghibur Dyra. Ia hanya tersenyum kecil, teringat kebiasaan mereka yang gemar menjajahi makanan di kota ini. Mereka telah berteman lama. Hingga rasa itu tumbuh dibenak Dyra. Rasa yang ia pikir tak pernah tumbuh di hati Nathan.
“Kamu mau minta apa sama aku?”
“Aku cuma minta kamu cepat pulang ke sini, temenin aku lagi.” Ucap Dyra dengan tawa kecil, Nathan terdiam. “Gak mau apa-apa dari aku? Pasti bohong, kan?” Dyra tertawa lagi. “Ya udah, aku bawain kacang asin aja, ya?” tawa Dyra langsung pecah, ia memang suka kacang asin.
“Ra, aku mau kasih tantangan buat kamu?”
“Tantangan?”
“Gini, dalam waktu sepuluh hari, kamu gak boleh hubungi aku via apapun.”
“Loh, kok gitu, Nat? Lagian, Kenapa harus sepuluh hari? Kelamaan.”
“Aku cuma penasaran, kira-kira selama apa kamu tahan jauh dari aku. “
“Huh, dasar. Gak mungkin aku kangen sama cowok kayak kamu.” Dyra berbohong. “ Jadi aku dapet apa kalau menang?”
“Selama seminggu, aku traktir kamu makan dimana pun kamu mau, Tapi, kalau kamu kalah. Kebalikannya.” Dyra tersenyum, tentu saja ia tak akan menolak.
“Oke, aku buktikan ke kamu kalau aku selalu menang dari kamu. Aku mau di hari kamu pulang nanti, kita langsung ketemu di taman ini.”
“Aku berani taruhan kalau kamu gak akan tahan,” Goda Nathan
Tiba hari keberangkatan Nathan. Pesawatnya telah terbang jauh, memisahkan Dyra dan Nathan. Dyra merasa semakin Nathan jauh darinya, semakin jadi pula rasa itu. Apa Nathan tak bisa merasakannya?.
Hari kesepuluh tiba, Dyra berjalan menyusuri jalan setapak di tepi danau buatan. Ia duduk menanti kedatangan Nathan di tempat yang telah mereka janjikan. Ia mendapatkan pesan dari Nathan bahwa ia sedang dalam perjalanan. Sambil menunggu, Dyra memainkan smartphonenya, membuka media sosial.  Sebuah berita terbaru melintas di balik jarinya. Sebuah pesawat terjatuh di daerah pegunungan. Pesawat itu yang di tumpangi Nathan. Jantungnya seakan di paksa berhenti. Tubuhnya melemas seketika. Ia berharap bahwa dirinya keliru. Tapi, sebuah pesan yang baru saja diterimanya dari teman Nathan membuktikan bahwa Nathan memang berada di dalam pesawat yang telah jatuh itu.
Ia menghadiri pemakaman Nathan. Semuanya terasa begitu suram. Seorang wanita tua berjalan mendekatinya. Ibu Nathan. “Dyra, saat tim penyelamat mengumpulkan jasad korban pesawat itu, mereka menemukan barang ini, di peluk erat oleh Nathan” Ibu Nathan kembali meneteskan air mata. Ia memberikan sebuah kotak kecil pada Dyra. Ada sebuah surat di atas kotak itu.
Selamat Dyra, kamu berhasil melewati tantangan ini. Selama sepuluh hari kamu gak menghubungi aku. Kamu tahu alasan aku nantangin kamu seperti ini? Seandainya suatu hari nanti aku akan pergi jauh ninggalin kamu, kamu udah terbiasa, Ra. Kamu gak akan merasakan sakitnya kehilangan aku kalau ada sesuatu yang menimpaku. Kamu tahu? Selama ini aku sangat menyukaimu, namun aku ragu. Tapi sepuluh hari ini telah mengalahkan keraguan itu, Ra. Aku sadar aku tak hanya menyukai kamu, aku mencintai setiap bagian dari kamu. Aku selalu terbayang tawa dan senyum itu, seolah mereka menghantui pikiranku. Aku menyerah, aku tak bisa berjauhan lebih lama lagi dengan kamu.
Will you be my girl?
Perlahan tulisan itu mulai kabur. Dyra terisak pelan, ia tak bisa menampung kesedihan ini. Ia berteriak sekencang-kencangnya, bersamaan dengan air mata yang mengalir deras membawa duka mendalam. Ada sebuah cincin di dalam kotak kecil itu. Nathan telah pergi jauh, meninggalkan dirinya bersama cinta yang hanya tinggal kenangan. Dyra berharap Tuhan memberikannya satu kesempatan lagi, kesempatan bersama Nathan.
Sebuah hembusan angin menerpa wajahnya. Dyra terbangun. Ia masih di taman Situ Lembang. Matanya terasa agak kabur, tapi ia bisa melihat cahaya oranye dari matahari senja. Ia mengerjap, lalu ada seorang pria yang berdiri di hadapannya. Nathan, dengan senyum mengembang menatapnya begitu dekat. Dyra melonjak. Apa ini? Mengapa Nathan ada di sini? Ia baru saja di makamkan kemarin, Dyra merasa ketakutan. Ia menjauhi Nathan beberapa langkah, Nathan tampak heran dengan tingkah Dyra yang menatapnya dengan takut, begitu ragu. Nathan mendekatinya, tapi ia mundur menjauh. Dyra masih tak percaya dengan apa yang terpampang di depan matanya.
“Kamu kenapa, Ra? Kok aneh gini sama aku?”
Dyra tak dapat menjawab
“Aku bawain ini jauh-jauh buat kamu, malah di cuekin.” Nathan menggenggam sesuatu, tampak seperti.. kotak kecil. “Aku buang aja deh,” Ucapnya menghadap ke arah teratai yang mengapung
“Nathan! Jangan!” Dyra berlari menghampiri Nathan, merampas kotak kecil itu dari tangannya. Ia membuka kotak itu, sebuah kertas kecil menutupi benda berkilau di bawahnya. Hanya ada sebuah kalimat di sana.
Will you be my girl, Dyra?
Dyra memeluk Nathan erat. “Yes, I will.” Bisiknya pelan di antara pelukannya. Nathan mengecup keningnya lembut. “Aku sayang kamu, Ra.” Dyra tertawa, ia sedikit geli mendengar kata-kata itu.
“Oh, iya, Mana kacang asin buat aku?”
Nathan mengerutkan keningnya, “Aku liburan ke Lombok, Ra? Bukan ke Bali? Kamu lupa?”
Apakah kejadian tadi hanya sebuah mimpi? Dyra tertawa kecil. “Ra, aku dapat tawaran liburan ke Bali bulan depan,”
“Nggak! Kamu gak boleh ke sana!”
“Kenapa?” Tanyanya bingung
“Aku punya acara, dan aku butuh kamu di sana.” Wajah Dyra begitu panik
“Demi kamu, aku rela gak jadi ke Bali,” Ucapnya dengan nada geli, tapi serius
“Kamu janji?”

“Janji.”

No comments:

Post a Comment