Monday, 10 November 2014

Trully, Madly, Deeply Hate You

Rangga

Mungkin aku hanya seorang pengecut yang bersembunyi di balik bayang semu. Mencoba meraihmu dalam kegelapan itu. Lalu menyesalinya karena hanya terjadi dalam khayalku.
Aku ingin tahu arti dari senyum itu. Sesuatu yang asing menarik perhatianku di sana. Menggodaku untuk menyentuhnya.
Hati ini mulai berlari setiap melihatmu. Dan bayangmu selalu terbawa disetiap tarikan napasku. Membuatku merasa tak ada kehidupan lain setelahnya. Tanpa pernah kamu tahu.
Aku berusaha mencari kalimat itu disetiap bait kata yang tertutur. Tapi tak pernah menemukannya. Membuatku merasa kita tidak dipertemukan untuk menyatu. Bayangmu perlahan memudar. Segalanya terasa buram hingga garis tepi jiwaku. 
Dimana pun kamu berada, mungkin suatu hari nanti. Sekalipun Tuhan tak mengijinkanku.

                 ***

Tujuh tahun kemudian

Rangga memutar lagu itu untuk kesekian kalinya. Life after you milik Daughtry. Lagu itu selalu membawa sebuah kenangan khusus baginya. Begitu indah hingga terlalu menyakitkan untuk dikenang.
Ia tahu gadis itu akan datang ke pantai ini setiap ulang tahunnya. Melepas semua bebannya pada lautan bersamanya. Tapi tidak lagi, semenjak kejadian itu yang bagi Rangga tak pernah adil baginya.
"Aku tahu siapa kamu sebenarnya," ucapnya saat itu dengan datar, terkesan dingin. Sedangkan angin pantai begitu cerah. Rangga hanya terdiam
"Semuanya cukup sampai di sini, kamu gak perlu nemuin aku lagi." Sambungnya pelan, berusaha menahan air matanya.
"Maksud kamu? Aku gak ngerti, apa yang kamu bahas?" tanya Rangga dengan bingung bercampur takut.
"Aku udah tahu semuanya, Ga. Kamu gak baik buat aku." Cinta berkata lebih kasar. Seolah ia lupa siapa makhluk yang sekarang berdiri di hadapannya. Baru saja Rangga membuka mulut, dengan cepat ia memotongnya.
"Kak Eno udah kasih tahu semuanya ke aku kalau kamu.." Cinta terdiam, tak berani melanjutkan kata-katanya.
"Aku apa?! Kamu percaya gitu aja dengan ucapan cowok brengsek itu?!" Teriak Rangga dengan frustasi. Ia membuang muka ke pasir yang terasa kasar digenggamannya.
"Yang aku tahu, aku bukan satu-satunya pacar kamu." Katanya dengan sedikit terbata. Cinta berlalu begitu saja. Tanpa pernah menolehnya lagi.
Rangga menghela napas. Menggelengkan kepalanya dengan keras, berharap kenangan itu bisa rontok dari ingatannya. Ia begitu kecewa, semudah itu Cinta percaya dengan ucapan orang lain tentangnya. Yang kebenarannya tak pernah dibuktikan. Hanya karena beberapa alasan, ia memutuskan segalanya.
Ia kembali menatap gadis itu di ujung sana. Sedang tertawa dengan es krim yang meleleh di tangannya. Rangga menahan nalurinya untuk tidak berlari menghampiri gadis itu. Disusul seorang pria dengan rambut sebahu, berusaha memeluk Cinta dari belakang lalu menangkap tangan lainnya yang bebas. Sesuatu menusuk hatinya, Rangga tak bisa mengalihkan perhatiannya.
Pria itu berbisik padanya lalu berlari meninggalkan Cinta seorang diri. Ia sudah tak tahan, ini saatnya. Rangga berlari cepat ke arah gadis itu.
"Cinta!" Teriaknya dengan senyum kecil. Gadis itu menatapnya terkejut. Senyumnya lenyap seketika.
"Boleh bicara sebentar?" Rangga memohon dengan sedih, dengan sepelan mungkin mencoba menyentuh tangan halus Cinta. Gadis itu membiarkan Rangga membawanya di balik sebuah batu besar di sisi lain pantai. Tempat favorit mereka dulu.
"Aku gak bisa, Ga." Ucapnya pelan, bahkan sebelum Rangga bertanya. Ia tak berani menatap matanya.
"Cuma sekali ini, dulu kamu pernah janji sama aku, kamu masih ingat, kan?" pinta Rangga, berharap Cinta bisa mengingat perkataannya dulu. Saat mereka berjanji dengan matahari terbenam. Cinta menggelengkan kepalanya.
"Kenapa? Apa kamu udah gak kenal aku lagi?" tanya Rangga dengan suara bergetar, tenggorokannya terasa tercekat.
"Bunda!" teriak seorang gadis kecil dengan rambut yang berkibar di terpa angin pantai. Gadis kecil itu memeluk Cinta dengan erat.
"Bunda sama siapa? Om ini teman Bunda?" tanyanya polos. Ia menatap Rangga dengan malu. Cinta berbisik kecil ke telinga gadis itu, entah apa yang di ucapkannya hingga gadis itu meloncat kesenangan, berlari kembali ke pondok mereka.
Rangga terdiam. Perlahan kakinya melangkah mundur menjauhi Cinta. Kedua matanya terasa panas, ia tak bisa tersenyum lagi. Bayangan Cinta mulai memudar, menghilang diantara bebatuan.

                 ***

Cinta

Aku masih menantimu di dalam keheningan. Berharap dapat mengenggam waktu agar bisa bersamamu meski hanya untuk semalam. Menghabiskan hidup berdua untuk tertawa. Sayang, itu hanya terjadi dalam khayalku.
Aku masih mengingat saat itu. Ketika aku melihatmu untuk pertama kalinya, tersenyum. Tapi bukan untukku. Cukup melihatmu beberapa saat saja bisa membuatku bahagia. Aneh. Tapi itu yang aku rasakan, aku ingin kamu tahu itu.
Bagaimana aku tahu kemana aku akan pergi? Sedangkan bayangmu tak ingin enyah dari pikiranku. Mengesalkan. Seolah ada api yang menyala, terlalu besar hingga membakarku. Memaksaku untuk menjauh. Terlalu jauh hingga terasa menyesakkan hatiku. Segalanya terasa menyakitkan ketika kenyataan itu menyadarkanku, atau menipuku. Segalanya telah terlambat sekarang.
Kamu dan aku. Benar atau salah. Tak seorang pun diantara kita bisa melewatinya. Mungkin kita memang di takdirkan untuk bertemu, tapi tidak untuk bersama.
Tanpamu, Tuhan pun tahu jika aku merasakannya. Sekalipun waktu akhirnya menemukanku. 

***

No comments:

Post a Comment